PALU,- Aksi unjuk rasa di depan Kantor Sekretariat Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Provinsi Sulawesi Tengah dinilai hal yang wajar dalam dinamika demokrasi.
Pernyataan ini disampaikan pemerhati olahraga sekaligus senior SHGC Palu Golf, Idrus Hafid Hadaddo, SH, menanggapi demonstrasi pasca terpilihnya Muhammad Fathur Razaq sebagai Ketua KONI Sulteng melalui Musyawarah Olahraga Provinsi (Musorprov) yang berlangsung secara aklamasi.
Idrus menilai, aksi demonstrasi yang dipimpin Muhammad Raslin selaku koordinator lapangan bersama Hartati, SH, sah-sah saja dilakukan sebagai bentuk penyampaian aspirasi.
“Unjuk rasa untuk menyampaikan pendapat dan aspirasi dalam negara demokrasi itu hal biasa,” tegas Idrus.
Namun demikian, Idrus menekankan bahwa yang tidak wajar adalah apabila ada pihak yang berupaya memaksakan kehendak dengan menekan atau membatalkan hasil Musorprov yang telah menetapkan Fathur Razaq sebagai ketua terpilih.
“Terpilihnya adinda Fathur itu adalah hasil aspirasi mayoritas forum Musorprov KONI yang diikuti peserta sah, baik dari para ketua KONI kabupaten/kota maupun perwakilan cabang olahraga,” jelasnya.
Idrus menambahkan, jika ada tudingan atau dugaan praktik KKN dalam proses pemilihan, maka hal tersebut harus dibuktikan dengan fakta, bukan hanya asumsi.
Ia juga menegaskan bahwa Gubernur Sulteng, Anwar Hafid, tidak ikut campur dalam proses Musorprov.
“Kalaupun ada protes yang dilayangkan ke KONI Pusat atau Kemenpora RI, itu juga hal biasa. Karena hasil Musorprov tetap menjadi kewenangan KONI Pusat untuk melegitimasi,” ungkapnya.
Ia berharap semua pihak dapat menghargai hasil Musorprov KONI Sulteng serta memberi kesempatan kepada Fathur Razaq untuk memimpin organisasi olahraga tersebut bersama seluruh pemangku kepentingan.
Sementara itu, Sekretaris Cabor Persatuan Sepak Takraw Indonesia (PSTI) yang juga pimpinan sidang Musorprov KONI, Ashar Yahya, menegaskan bahwa hasil Musorprov tetap sah secara mekanisme organisasi.
“Rakerprov dan Musorprov adalah forum tertinggi yang menjadi dasar keabsahan dengan segala mekanismenya,” ujar Ashar.
Menurutnya, menjelang Musorprov, sudah ada surat resmi dari Menpora dan KONI Pusat terkait landasan hukum penyelenggaraan.
Selama menunggu evaluasi atas pencabutan Permenpora, KONI se-Indonesia dipersilakan merujuk pada AD/ART masing-masing organisasi.
“Dalam Rakerprov disepakati bersama bahwa Musorprov berpedoman pada AD/ART KONI. Forum musyawarah adalah gawe tertinggi, dan kesepakatan yang dihasilkan menjadi pedoman sah dalam menjalankan organisasi,” jelas Ashar yang juga Ketua Umum Himpunan Pemuda Alkhairaat (HPA).
Ashar menambahkan, keluarnya pencabutan Permenpora justru semakin menguatkan keputusan Musorprov KONI Sulteng.
“Perbedaan pandangan, dukungan, atau persaingan di antara pengurus KONI sebelumnya merupakan dinamika biasa. Namun, hal itu tidak berkaitan langsung dengan kandidat, baik Suandi maupun Fathur,” tandasnya.***







