SIGI,- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menunda penetapan Kabupaten Sigi sebagai Kabupaten Layak Anak (KLA) tingkat Madya tahun 2025, yang semula dijadwalkan pada Senin (2/6/2025).
Penundaan itu disebabkan masih banyaknya dokumen yang belum dilengkapi oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sigi sebagai syarat penetapan KLA.
KemenpanPPPA memberikan waktu dua hari kepada Pemkab Sigi untuk melengkapi seluruh dokumen melalui tautan khusus yang telah disediakan.
Dalam agenda Verifikasi Lapangan Hybrid (VLH) evaluasi KLA 2025 yang digelar secara daring dari Aula Kantor Bupati Sigi, Desa Bora, Kecamatan Sigi Biromaru, tim penilai dari KemenPPPA menyampaikan bahwa sejumlah dokumen penting masih belum tersedia.
“Masih banyak dokumen pernyataan dari Kabupaten Sigi yang kosong. Kami harap seluruh OPD dapat berkolaborasi untuk melengkapi syarat-syarat dokumen yang kami minta. Salah satunya adalah lampiran kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan program ramah anak,” ujar perwakilan tim penilai KemenPPPA melalui Zoom Meeting.
Wakil Bupati Sigi, Samuel Yansen Pongi, yang memimpin langsung kegiatan tersebut, menyampaikan apresiasi atas berbagai rekomendasi dari kementerian. Ia juga mengimbau seluruh OPD untuk segera melengkapi dokumen yang dibutuhkan.
“Kami berterima kasih atas masukan dari Kementerian PPA. Kami berharap penilaian Kabupaten Layak Anak ini bisa meningkat dan semua pihak bisa bekerja sama memenuhi kekurangan dokumen. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada DP3A Provinsi Sulawesi Tengah yang terus mendukung langkah Kabupaten Sigi menuju status layak anak,”ungkapnya.
Samuel menegaskan bahwa penundaan ini bukan berarti kegagalan, melainkan peluang untuk memperbaiki kekurangan.“Kami tetap optimis semua dokumen akan segera dilengkapi oleh OPD terkait. Upaya menjadikan Kabupaten Sigi sebagai daerah layak anak dengan kategori tingkat madya memerlukan kerja sama yang solid dari semua pihak,” ujarnya.
Sementara, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (DP3A) Kabupaten Sigi, Ma’mun Maragau, menjelaskan bahwa evaluasi KLA terdiri dari lima klaster penilaian.
Klaster pertama adalah kelembagaan, yang membutuhkan data dan dokumen terkait penyusunan Peraturan Daerah tentang layak anak, penguatan gugus tugas, dan pembentukan kelompok Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM).
Klaster kedua mencakup lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif. Dalam klaster ini, koordinasi dilakukan oleh Dinas P2KB, dengan melibatkan instansi seperti Kementerian Agama, Dinas PUPR, Dinas Perhubungan, Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Dinas DP3A, TP PKK, lembaga masyarakat, Dinas Lingkungan Hidup, dan Dinas Pariwisata.
Data yang diperlukan antara lain mencakup angka perkawinan anak, keberadaan lembaga konsultasi keluarga, pengasuhan alternatif, serta infrastruktur ramah anak.
Klaster ketiga berkaitan dengan kesehatan dasar dan kesejahteraan, yang dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan dengan melibatkan RSUD Torabelo dan seluruh Puskesmas di 16 kecamatan.
Data yang harus disediakan antara lain menyangkut jumlah persalinan di fasilitas kesehatan, ketersediaan layanan rumah ramah anak, akses air minum dan sanitasi, serta keberadaan kawasan tanpa rokok.
Ma’mun menekankan pentingnya penyediaan ruang khusus merokok di Puskesmas dan rumah sakit, sebagai bentuk penerapan kawasan tanpa rokok yang ramah anak.
Keterbatasan anggaran menjadi salah satu kendala dalam pemenuhan berbagai prasyarat tersebut. DP3A Sigi hanya menerima anggaran sekitar Rp400 juta pada tahun ini. Karena itu, Ma’mun berharap adanya dukungan anggaran dari KemenPPPA agar ruang-ruang ramah anak dan bebas asap rokok dapat direalisasikan di berbagai fasilitas umum termasuk sekolah-sekolah, terutama sejak jenjang PAUD.
Klaster berikutnya adalah perlindungan khusus yang dikoordinasikan oleh Dinas Sosial. Dalam klaster ini, perhatian diberikan pada pemenuhan kebutuhan anak-anak dalam situasi khusus, seperti saat terjadi bencana. Dinas Sosial diharapkan mampu menyediakan dukungan psikososial dan perlindungan agar anak-anak tetap merasa aman dan terlindungi.
DP3A Sigi juga terus mendorong kegiatan sosialisasi mengenai pencegahan perkawinan usia dini, yang menjadi persoalan menonjol di daerah tersebut.Sosialisasi dilakukan di semua tingkatan sekolah, mulai dari SD hingga SMA, sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2003 yang menetapkan usia minimal perkawinan adalah 19 tahun.
Ma’mun menambahkan bahwa hingga saat ini Kabupaten Sigi telah memiliki berbagai forum anak, mulai dari tingkat desa, kecamatan, hingga di Puskesmas dan sekolah.
Forum-forum ini menjadi bagian penting dari ekosistem layak anak yang terus diperkuat.Selama dua tahun berturut-turut, yakni pada 2023 dan 2024, Kabupaten Sigi telah meraih predikat Pratama.
Dengan berbagai inovasi dan pemenuhan dokumen yang tengah diupayakan, pemerintah daerah berharap bisa meraih predikat Madya di tahun 2025.
Adapun dokumen yang masih belum lengkap menurut tim Kementerian adalah yang berkaitan dengan kegiatan ramah anak di bidang pendidikan, sosial, kesehatan, dan lainnya.
Ma’mun menegaskan bahwa pihaknya akan bekerja keras untuk menyelesaikan seluruh dokumen dalam waktu yang ditentukan.
“Kami berharap kekompakan dan kerja sama antar-OPD dapat mengantarkan Kabupaten Sigi meraih status sebagai Kabupaten Layak Anak yang lebih tinggi,” pungkasnya.***