SIGI,- Panitia Pemungutan Suara (PPS) dan Sekretariat PPS se Kabupaten Sigi mendatangi Kejaksaan Negeri (Kejari) Sigi, guna melaporkan dugaan penyalahgunaan anggaran oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sigi, terkait honorarium PPS yang belum dibayarkan hingga saat ini, di Desa Maku, Selasa (8/4/2025).
Laporan ini disampaikan oleh dua anggota PPS, yakni Saiful dari Desa Kotarindau, Kecamatan Dolo, dan Faturahman dari Desa Maku, Kecamatan Dolo.Keduanya didampingi oleh kuasa hukum mereka, Imansyah, yang mengajukan aduan secara resmi di Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kejari Sigi.
Menurut Imansyah, dugaan korupsi ini bermula dari belum dibayarkannya honorarium PPS untuk bulan Januari 2025 di seluruh Kabupaten Sigi.
“Saya sebagai penasihat hukum Saiful dan Faturahman telah diberi kuasa untuk melaporkan dugaan tindak pidana korupsi ini. Sampai hari ini, KPU Sigi belum membayar honor satu bulan kepada PPS. Ini jelas menimbulkan tanda tanya besar,” ujarnya.
Imansyah menyebutkan bahwa keterlambatan pembayaran ini tidak hanya dialami oleh dua kliennya, tetapi hampir seluruh PPS di 176 desa se-Kabupaten Sigi.Ia menyoroti alasan KPU Sigi yang menyatakan anggaran honorarium masih “dalam proses” dan menunggu dana dari KPU Provinsi.
“Alasan itu tidak berdasar. Berdasarkan Permendagri Nomor 41 Tahun 2020, pendanaan Pilkada berasal dari APBD. Untuk pemilihan bupati, dananya dari APBD kabupaten. Tahun 2024, KPU Sigi bahkan menerima hibah sekitar Rp30 miliar dari Pemda Sigi,” jelasnya.
Imansyah juga mengacu pada Keputusan KPU Nomor 543 Tahun 2022 yang menetapkan standar penyusunan anggaran termasuk honorarium penyelenggara, dimana honor PPS disebut berlaku selama delapan bulan.
“Artinya, anggaran honor PPS sudah termasuk dalam hibah Rp30 miliar tersebut. Jadi, kalau KPU Sigi bilang dana masih diusahakan, itu alasan yang tidak berdasar hukum. Ini mengarah pada dugaan penyalahgunaan anggaran,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan bahwa berdasarkan informasi yang diterima, hanya tiga desa yang telah menerima pembayaran honor, yakni Kinovaro, Uwemanje, dan Bolobia.
“Kenapa hanya tiga desa yang dibayar? KPU menyebut itu karena salah transfer, tapi alasan itu justru memperlihatkan ketidakprofesionalan mereka. Ini menyakiti perasaan PPS di 173 desa lainnya,” pungkas Imansyah.
Kuasa hukum berharap Kejari Sigi dapat segera menindaklanjuti laporan tersebut dengan penyelidikan yang transparan dan adil, agar polemik ini tidak berlarut-larut dan para anggota PPS di seluruh desa Kabupaten Sigi bisa segera menerima hak mereka.
“Kami berharap aparat penegak hukum bisa menuntaskan persoalan ini. Jangan sampai kepercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu rusak hanya karena kelalaian dalam pengelolaan honorarium,” tutup Imansyah.
Sementara Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) Kejaksaan Negeri (Kejari) Sigi, Resky Andri Ananda, saat dikonfirmasi membenarkan adanya laporan tersebut dan diterima langsung Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kejari Sigi.
Resky mengatakan, laporan tersebut akan dipelajari dan segera ditindaklanjuti sesuai prosedur yang ada. “Betul kita sudah menerima laporan itu, dan selanjutnya laporan tersebut akan kita telaah lebih lanjut oleh tim Kejari.”ungkap Resky.
Resky juga menegaskan bahwa Kejari Sigi selalu berkomitmen dan menindaklanjuti setiap laporan yang masuk secara profesional dan transparan. ***