SIGI,- Kasus kekerasan seksual yang melibatkan pelaku dari orang terdekat dengan hubungan darah (inses) kembali terjadi di wilayah Kabupaten Sigi.Kali ini, pelaku adalah kakek dan paman y
ang melakukan kekerasan terhadap cucu dan keponakan perempuan berusia 6 tahun beserta dua saudara perempuannya yang berusia 12 dan 15 tahun.
Diketahui, Peristiwa tragis ini terjadi di Desa Pakuli Utara, Kecamatan Tanambulava, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah.

Ketua Kelompok Perjuangan Kesetaraan Perempuan Sulawesi Tengah (KPKPST), Soraya Sultan, menjelaskan bahwa kasus ini telah dilaporkan secara resmi ke Polda Sulawesi Tengah pada Jumat, 23 Mei 2025.
Pelaporan dilakukan oleh pihak keluarga bersama Relawan Organisasi Perempuan Sikola Mombine dan Jaringan Gerakan Perempuan Bersatu Sulawesi Tengah, serta didampingi perwakilan Dinas P3A Kabupaten Sigi.
“Anak perempuan bersama dua kakak perempuannya yang masih di bawah umur selama ini diasuh oleh neneknya, karena ibu mereka bekerja sebagai buruh migran di Malaysia sebagai tulang punggung keluarga. Berdasarkan pengakuan korban, kekerasan seksual yang dilakukan kakek dan paman sudah berulang kali terjadi, termasuk kepada kedua kakak perempuannya,” ujar Soraya di Palu, Rabu (28/5/2025).
Soraya menegaskan bahwa kasus ini mengungkap fakta mengerikan bahwa pelaku kekerasan seksual yang berhubungan darah dan selama ini dianggap sebagai “pelindung” justru merupakan ancaman nyata bagi kehidupan perempuan, khususnya anak-anak perempuan.
“Keberadaan pelaku di lingkungan sekitar korban sering tidak menimbulkan kecurigaan, sehingga pelaku lebih leluasa melakukan aksinya. Praktik inses sangat kental dengan relasi kuasa, di mana korban sering mendapat intimidasi, paksaan, serta kekerasan fisik dan psikis,” tambahnya.
Menyikapi kasus ini, KPKPST mendesak Polda Sulawesi Tengah, khususnya UPT PPA, untuk memaksimalkan penegakan hukum terhadap pelaku berdasarkan Undang-Undang No. 35 Tahun 2015 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
“Kami meminta Polda agar menerapkan hukuman kebiri pada pelaku, baik kakek yang berusia sekitar 70 tahun maupun paman yang berusia 25 tahun. Langkah ini penting agar kejadian serupa tidak terulang dan memberikan efek jera kepada para pelaku kekerasan seksual, khususnya inses,” jelas Soraya.
Soraya juga mengimbau UPT PPA DP3A Provinsi Sulawesi Tengah untuk membangun koordinasi yang efektif dengan DP3A Kabupaten Sigi dan UPT PPA DP3A Kota Palu, mengingat lokasi kejadian terjadi di dua wilayah yaitu Desa Pakuli Utara, Kecamatan Tanambulava, Kabupaten Sigi, serta Kota Palu.
“Selain memaksimalkan koordinasi, kami juga berharap UPT PPA DP3A Provinsi Sulawesi Tengah memprioritaskan pemenuhan dukungan psikologis bagi para korban. KPKPST bersama berbagai organisasi perempuan di Gerakan Perempuan Bersatu Sulawesi Tengah (GPB-ST) akan terus mengawal dan memonitor proses pelaporan dan penanganan kasus ini. Kami juga mendorong penguatan dukungan sosial dari berbagai pihak untuk membangkitkan kembali mental dan rasa percaya diri para korban,” tutup Soraya.
Soraya juga menyampaikan empati kepada ibu korban yang menjalankan peran ganda sebagai tulang punggung keluarga dengan bekerja sebagai buruh migran di Malaysia.Ia menilai kondisi kemiskinan sering memaksa perempuan mengambil peran ganda sebagai ibu sekaligus pencari nafkah.
“Lebih tragis lagi, anak-anak yang dititipkan kepada keluarga untuk diasuh dan diberi rasa aman justru menjadi korban kekerasan seksual oleh orang terdekatnya sendiri. Hal ini sangat menakutkan dan meninggalkan trauma fisik dan psikis mendalam, serta berdampak pada kesehatan reproduksi dan kondisi sosial jangka panjang bagi anak-anak,” pungkas Soraya.***







